Beberapa dampak atas kasus kekerasan seksual menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).[1] Adapun pemaparan dampak yang ditumbulkan yaitu:

a. Dampak Psikologis

Secara psikologis bahwa korban kekerasan seksual merasa menurunnya harga diri menurunnya kepercayaan diri, depresi, kecemasan, ketakutan terhadap perkosaan serta meningkatnya ketakutan terhadap tindakan-tindakan kriminal lainnya. Didapatkan pula sindrom pelecehan seksual yang berhubungan dengan gejala psikologi, mencakup depresi, rasa tidak berdaya, merasa terasing, mudah marah, takut, dan kecemasan.

b. Dampak Fisik

Dampak fisik yakni korban kekerasan seksual mengalami beberapa keluhan diantarannya: sakit kepala, gangguan makan, gangguan pencernaan, rasa mual, hamil, serta menurun atau bertambahnya berat badan tanpa sebab yang jelas. Jika telah terjadi kekerasan seksual yang terbilang serius, selain timbul gejala-gejala tersebut dapat pula timbul kecenderungan bunuh diri.

c. Dampak Sosial

Dampak sosial seperti yang terjadi di lingkungan antara lain: menurunnya produktifitas kerja, merusak hubungan antara teman, menurunnya kepercayaan diri, semakin mengisolasi diri dan menurunnya motivasi.


Dari berbagai bentuk kekerasan beberapa dampak yang terjadi kepada anak yang menjadi korban kekerasan seksual.[2] Berikut pemaparan lebih lanjut jika anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

a. Anak Mengembangkan Pola Adaptasi dan Keyakinan Keliru

Misalnya saja anak akan menganggap wajar perilaku orang dewasa, meniru tindakan yang dilakukan kepadanya, menyalahkan ibu atau orang dewasa yang mengasuhnya yang dianggapnya tidak membelanya dari hal-hal buruk yang dialaminya. Yang sering terjadi adalah merasa bersalah, merasa menjadi penanggung jawab kejadian yang dialaminya, menganggap diri aneh dan terlahir sial seperti merasa sudah dikutuk untuk selalu mengalami hal buruk dan menyusahkan orang lain dan sebagainya.

b. Anak Merasa Dikhianati

Bila pelaku kekerasan adalah orang dekat dan dipercaya, apalagi orang tua sendiri, anak akan mengembangkan perasaan dikhianati, dan akhirnya menunjukkan ketakutan dan ketidakpercayaan pada orang-orang lain dan kehidupan pada umumnya. Hal ini akan sangat berdampak pada kemampuan sosialisasi, kebahagiaan dan hampir semua dimensi kehidupan psikologis pada umumnya.

c. Stigmatisasi

Disatu sisi, masyarakat yang mengetahui sejarah kehidupan anak akan melihatnya dengan kacamata berbeda, misalnya dengan rasa kasihan sekaligus merendahkannya, atau menghindarinya. Disisi lain anak mengembangkan gambaran negatif tentang diri sendiri. Anak merasa malu dan rendah diri, dan yakin bahwa yang terjadi pada dirinya adalah karena adanya sesuatu yang memang salah dengan dirinya tersebut (misalnya melihat diri sendiri dan anak sial).

d. Traumatisasi Seksual

Pemaparan pengalaman seksual terlalu dini, juga yang terjadi secara salah, dapat berdampak pada munculnya trauma seksual. Trauma seksual dapat tertampilkan dalam dua bentuk, inhibis seksual, yakni hambatan-hambatan untuk dapat tertarik dan menikmati seks, atau justru disinhibisi seksual, yakni obsesi dan perhatian berlebihan pada aktivitas atau hal-hal terkait dengan hubungan seksual.


[1] M.A. Trisuci Paskalia, “Dampak Kekerasan Seksual pada Penyandang Disabilitas: Studi Kasus di Dinas Sosial Kota Bengkulu”, (Skripsi, Universitas Sanata Darma Yogyakarta, 2019), h. 21-22.

[2] M. Rofiq, “Upaya Pemilihan Kesehatan Mental Korban Kekerasan Seksual di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tuban”, (Skripsi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2018), h. 32-34.